web 2.0

Minggu, Desember 13, 2009

Gadis Kecil Yang Shalihah

Gadis Kecil Yang Shalihah


Oleh: Ummu Mariah Iman Zuhair

Aku akan meriwayatkan kepada Anda kisah yang sangat berkesan ini, seakan-akan Anda mendengarnya langsung dari lisan ibunya:
Berkatalah ibu gadis kecil tersebut:
Saat aku mengandung putriku, Afnan, ayahku mekihat sebuah mimpi di dalam tidurnya. Ia melihat banyak burung pipit uang terbang di angkasa. Di antara burung-burung tersebut terdapat seekor merpati putih yang sangat cantik, terbang jauh meninggi ke langit.
Maka kau bertanya kepada ayah tentang tafsir dari mimpi tersebut. Maka ia mengabarkan kepadaku bahwa burung-burung pipit tersebut adalah anak-anakku, dan sesungguhnya aku akan melahirkan seorang gadis yang bertakwa. Ia tidak menyempurnakan tafsirnya, sementara akupun tidak meminta tafsir tentang takwil mimpi tersebut.
Setelah itu aku melahirkan putriku, Afnan. Ternyata dia benar-benar seorang gadis yang bertakwa. Aku melihatnya sebagai seorang wanita shalihah sejak kecil. Dia tidak pernah mau mengenakan celana, tidak juga mengenakan pakaian pendek, dia akan menolak dengan keras, padahal dia masih kecil. Jika aku mengenakan rok pendek padanya, maka ia mengenakan celana panjang dibalik rok tersebut.

Afnan senantiasa menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Setelah dia menduduki kelas 4 SD, dia semakin menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Dia menolak pergi ke tempat-tempat permainan, atau ke pesta-pesta walimahan. Dia adalah seorang gadis yang berpegang teguh dengan agamanya, sangat cemburu di atasnya, menjaga shalatnya, dan sunnah-sunnahnya. Tatkala dia sampai SMP mulailah dia berdakwah kepada agama Allah. Dia tidak pernah melihat sebuah kemungkaran kecuali dia mengingkarinya, dan memerintahkan kepada yang ma’ruf, dan senantiasa menjaga hijabnya.
Permulaan dakwahnya kepada agama Allah adalah permulaan masuk Islamnya pembantu kami yang berkebangsaan Srilangka.
Ibu Afnan melanjutkan ceritanya:
Tatkala aku mengandung putraku, Abdullah, aku terpaksa mempekerjakan seorang pembantu untuk merawatnya saat kepergianku, karena aku adalah seorang karyawan. Ia beragama nasrani. Setelah Afnan mengetahui bahwa pembantu tersebut tidak muslimah, dia marah dan mendatangiku seraya berkata: “Wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita, mencuci piring-piring kita, dan merawat adikku, sementara dia adalah wanita kafir?! Aku siap meninggalkan sekolah, dan melayani kalian selama 24 jam, dan jangan menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita!!”
Aku tidak memperdulikannya, karena memang kebutuhanku terhadap pembantu tersebut amat mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu tersebut mendatangiku dengan penuh kegembiraan seraya berkata:
“Mama, aku sekarang menjadi seorang muslimah, karena jasa Afnan yang terus mendakwahiku. Dia telah mengajarkan kepadaku tentang Islam.” Maka akupun sangat bergembira mendengar kabar baik ini.
Saat Afnan duduk di kelas 3 SMP, pamannya memintanya hadir dalam pesta pernikahannya. Dia memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia tidak akan ridha kepadanya sepanjang hidupnya. Akhirnya Afnan menyetujui permintaannya setelah Ia mendesak dengan sangat, dan juga karena Afnan sangat mencintai pamannya tersebut.
Afnan bersiap untuk mendatangi pernikahan itu. Dia mengenakan sebuah gaun yang menutupi seluruh tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Setiap orang yang melihatnya akan terkagum-kagum dengan kecantikannya. Semua orang kagum dan bertanya-tanya, siapa gadis ini? Mengapa engkau menyembunyikannya dan dari kami selama ini?
Setelah pernikahan pamannya, Afnan terserang kanker tanpa kami ketahui. Dia merasakan sakit yang teramat sakit pada kakinya. Dia menyembunyikan rasa sakit tersebut dan berkata: "Sakit ringan di kakiku.” Sebulan setelah itu dia menjadi pincang, saat kami bertanya kepadanya, dia menjawab:
"Sakit ringan, akan segera hilang insya Allah.” Setelah itu dia tidak mampu lagi berjalan. Kamipun membawanya ke rumah sakit.
Selesailah pemeriksaan dan diagnosa yang sudah semestinya. Di dalam salah satu ruangan di rumah sakit tersebut, sang dokter berkebangsaan Turki mengumpulkanku, ayahnya, dan pamannya. Hadir pula pada saat itu seorang penerjemah, dan seorang perawat yang bukan muslim. Sementara Afnan berbaring di atas ranjang.
Dokter mengabarkan kepada kami bahwa Afnan terserang kanker di kakinya, dan dia akan memberikan 3 suntikan kimiawi yang akan merontokkan seluruh rambut dan alisnya. Akupun terkejut dengan kabar ini. Kami duduk menangis. Adapun Afnan, saat dia mengetahul kabar tersebut dia sangat bergembira dan berkata: “Alhamdulillah... alhamdulillah... alhamdulillah.” Akupun mendekatkan dia di dadaku sementara aku dalam keadaan menangis. Dia berkata: “Wahai ummi, alhamdulillah, musibah ini hanya menimpaku, bukan menimpa agamaku.”
Diapun bertahmid dengan suara keras, semua orang melihat dengan tercengang.
Aku merasa diri kecil, sementara aku melihat gadis kecilku ini dengan kekuatan imannya dan aku dengan kelemahan imanku. Setiap orang yang bersama kami sangat terkesan dengan kejadian ini dan kekuatan imannya. Adapun penerjamah dan para perawat, merekapun menyatakan keislamannya!!
Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berobat dan berdakwah kepada Allah.
Sebelum Afnan memulal pengobatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya meminta akan menghadirkan gunting untuk memotong rambutnya sebelum rontok karena pengobatan. Diapun menolak dengan keras. Aku mencoba untuk memberinya pengertian agar memenuhi keinginan pamannya, akan tetapi dia menolak dan bersikukuh seraya berkata: "Aku tidak ingin terhalangi dari pahala bergugurannya setiap helai rambut dan kepalaku."
Kami (aku, suamiku dan Afflan) pergi untuk yang pertama kalinya ke Amerika dengan pesawat terbang. Saat kami sampai di sana, kami disambut oleh seorang dokter wanita Amerika yang sebelumnya pernah bekerja di Saudi selama 15 tahun. Dia bisa berbicara bahasa Arab. Saat Afnan melihatnya, dia bertanya kepadanya: “Apakah engkau seorang muslimah?" Dia menjawab: “Tidak”.
Afnanpun meminta kepadanya untuk mau pergi bersamanya menuju ke sebuah kamar yang kosong. Dokter wanita itupun membawanya ke salah satu ruangan. Setelah itu dokter wanita itu kemudian mendatangiku sementara kedua matanya telah dipenuhi linangan air mata. Dia mengatakan bahwa sesungguhnya sejak 15 tahun dia di Saudi, tidak pernah seorangpun mengajaknya kepada Islam. Dan di sini seorang gadis kecil yang mendakwahinya. Akhirnya dia dia masuk Islam melalui tangannya.
Di Amerika, mereka mengabarkan bahwa tidak ada obat baginya kecuali mengamputasi kakinya, karena dikhawatirkan kanker tersebut akan menyebar sampai ke paru-paru dan akan mematikannya. Akan tetapi Afnan sama sekali tidak takut terhadap amputasi, yang dia khawatirkan adalah perasaan kedua orang tuanya.
Pada suatu hari Afnan berbicara dengan salah satu temanku melalui Messenger. Afnan bertanya kepadanya: “Bagaimana menurut pendapatmu, apakah aku akan menyetujui mereka untuk mengamputasi kakiku?” Maka dia mencoba untuk menenangkannya, dan bahwa mungkin bagi mereka untuk memasang kaki palsu sebagai gantinya. Maka Afnan menjawab dengan satu kalimat: "Aku tidak memperdulikan kakiku, yang aku inginkan adalah mereka meletakkanku di dalam kuburku sementara aku dalam keadaan sempurna.” Temanku tersebut berkata: “Sesungguhnya setelah jawaban Afnan, aku merasa kecil di hadapan Afnan. Aku tidak memahami sesuatupun, seluruh pikiranku saat itu tertuju kepada bagaimana dia nanti akan hidup, sedangkan fikirannya lebih tinggi dari itu, yaitu bagaimana nanti dia akan mati.”
Kamipun kembali ke Saudi setelah kami amputasi kaki Afnan, dan tiba-tiba kanker telah menyerang paru-paru!!
Keadaannya sungguh membuat putus asa, karena mereka meletakkannya di atas ranjang, dan di sisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan menekan tombol tersebut maka dia akan tersuntik dengan jarum bius dan jarum infus.
Di rumah sakit tidak terdengar suara adzan, dan keadaannya seperti orang yang koma. Tetapi hanya dengan masuknya waktu shalat dia terbangun dari komanya, kemudian memita air, kemudian wudhu’ dan shalat, tanpa ada yang membangunkannya!!
Di hari-hari terakhir Afnan, para dokter mengabari kami bahwa tidak ada gunanya lagi ia di rumah sakit. Sehari atau dua hari lagi dia akan meninggal. Maka memungkinkan bagi kami untuk membawanya ke rumah. Aku ingin dia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku.
Di rumah, dia tidur di sebuah kamar kecil. Aku duduk di sisinya dan berbicara dengannya. Pada suatu hari, istri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahwa dia berada di dalam kamar sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar, dia terkejut kemudian menutup pintu. Akupun terkejut dan khawatir terjadi sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya, tetapi dia tidak menjawab. Maka aku tidak mampu lagi menguasai diri, akupun pergi kepadanya. Saat aku membuka kamar, apa yang kutihat membuatku tercengang. Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah Afnan memancarkan cahaya di tengah kegelapan malam. Dia melihat kepadaku kemudian tersenyum. Dia berkata: “Ummi, kemarilah, aku mau menceritakan sebuah mimpi yang telah kulihat.” Kukatakan: “(Mimpi) yang baik Insya Allah.” Dia berkata: "Aku melihat diriku sebagai pengantin di hari pernikahanku, aku mengenakan gaun berwarna putih yang lebar. Engkau, dan keluargaku, kalian semua berada disekelilingku. Semuanya berbahagia dengan pernikahanku, kecuali engkau ummi.”
Akupun bertanya kepadanya: ”Bagaimana menurutmu tentang tafsir mimpimu tersebut,” dia menjawab: "Aku menyangka bahwasanya aku akan meninggal, dan mereka semua akan melupakakanku, dan hidup dalam kehidupan mereka dalam keadaan berbahagia kecuali engkau ummi. Engkau terus mengingatku, dan bersedih atas perpisahanku.” Benarlah apa yang dikatakan Afnan. Aku sekarang ini saat aku menceritakan kisah ini, aku menahan sesuatu yang membakar dari dalam diriku setiap kali aku mengingatnya, akupun bersedih atasnya.
Pada suatu hari, aku duduk dekat dengan Afnan, aku, dan ibuku. Saat itu Afnan berbaring di atas ranjangnya kemudian dia terbangun. Dia berkata: “Ummi, mendekatlah kepadaku, aku ingin menciummu.” Maka diapun menciumku. Kemudian dia berkata: "Aku ingin mencium pipimu yang kedua.” Akupun mendekat kepadanya, dan dia menciumku, kemudian kembali berbaring di atas ranjangnya. Ibuku berkata kepadanya: “Afnan, ucapkanlah la llaaha illallah.” Maka dia berkata: “Asyhadu allaa ialaaha illallah.”
Kemudian dia menghadapkan wajah ke arah qiblat dan berkata:
“Asyhadu allaa ilaaha illallaah.” Dia mengucapkannya sebanyak 10 kali. Kemudian dia berkata: “Asyhadu allaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah.” Dan keluarlah rohnya.
Maka kamar tempat dia meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma minyak kasturi selama 4 hari. Aku tidak mampu untuk tabah, keluargaku takut akan terjadi sesuatu terhadap diriku merekapun meminnyaki kamar tersebut dengan aroma lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium aroma Afnan. Dan tidak ada yang aku katakan kecuali alhamdulillahi rabbil ’aalamin.(AR) *

Sumber: Majalah Qiblati Edisi 04 /III, Dzulhijjah 1428H- Muharram 1429 H

Minggu, Juni 15, 2008

Buta Islam, Bagaimana Mengobatinya?


Islam adalah agama ilmu dan pengajaran, agama yang nyata dan jelas. Setiap Muslim memiliki ilmu yang pasti dan benar yang tidak dimiliki oleh pakar-pakar dan budayawan-budayawan non-Muslim.

Dia mengetahui bahwa Allah itu satu, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan dia juga mengetahui; bagaimana awal mula penciptaan manusia, untuk apa diciptakan, dan kemana akan kembali.

Seorang Muslim juga beriman (percaya dan membenarkan) adanya kebangkitan setelah kematian. Adanya surga dan neraka. Ini adalah sebagian ilmu yaqini (pasti kebenarannya) yang tidak seorang pun memilikinya selain Muslim.

Karenanya, bukan sesuatu keanehan jika ayat pertama dari Al-Quran yang diturunkan berkaitan dengan perintah untuk membaca, di mana ia merupakan alat untuk mendapatkan ilmu:

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan." (QS. Al-Alaq: 1).

Dan juga bukan suatu yang mengherankan jika Allah Ta’ala mengokohkan manusia dengan mengajarinya tentang Al-Qur’an, sebelum dikuatkan penciptaan dan pengadaannya

"(Tuhan) Yang Mahapemurah. Yang mengajarkan Al-Quran. Dialah yang menciptakan manusia." (QS. Ar-Rahman: 1-3).

Dengan membaca nash-nash (baik ayat maupun hadits) yang menyebutkan tentang keutamaan ilmu dan dorongan untuk memperolehnya, seorang Muslim akan sampai kepada arti pentingnya ilmu, bahwa ilmu yang sangat perlu untuk dicari adalah ilmu tentang Allah, ayat-ayat, perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya. Dia merupakan santapan bagi jiwa, menggembirakan hati, dan sebab yang mengantarkan kepada keselamatan serta kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Nilai Sebuah Ilmu
Manakala ilmu menjadi landasan maka ukuran-ukuran pun tepat dan timbangan-timbangan pun lurus. Ilmu (ilmu agama) merupakan barometer dan pondasi di mana ilmu-ilmu yang lain dibangun di atasnya dari tempat keluarnya. Allah Ta’ala berfirman, artinya:

“Katakan, apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui” (QS. Az-Zumar: 9).

Dalam ayat lain Allah Ta’ala juga berfirman, artinya:

"Allah mengangkat orang-orang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." (QS. Al-Mujaadalah: 11).

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam melalui haditsnya bersabda, artinya,

“Ulama adalah pewaris para nabi” (HR. Tirmidzi)

Dalam sabdanya yang lain beliau juga bersabda,

“Keutamaan orang berilmu dengan ahli ibadah seperti keutamaan bulan dengan bintang-bintang.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Sabda beliau yang lain,
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Sebuah Ironi
Kita sama sekali tidak mengecilkan arti pentingnya ilmu-ilmu dunia. Ia tetap mempunyai kedudukan penting dalam kehidupan kaum Muslimin. Ia merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Seperti halnya keterbelakangan kaum Muslimin dalam ilmu-ilmu ini, mempunyai andil bagi lemahnya kaum Muslimin. Ini merupakan perkara yang sudah diketahui oleh umum. Akan tetapi kita tidak setuju dengan orang yang menjadikan ilmu dunia sebagai pondasi bagi kemajuan dan ukuran keutamaan dalam bidang ilmu dan pengetahuan, serta lebih mengedepankannya dari ilmu-ilmu syariah yang beraneka-ragam.

Mengapa kita tidak saling bertanya apa yang menyebabkan kaum Muslimin buta terhadap urusan-urusan agama mereka? Dan ketidaktahuan mereka terhadap kaedah-kaedah agama Islam yang paling sederhana sekalipun? Ini merupakan suatu keadaan aneh yang perlu segera dihentikan, serta disembuhkan dari pengaruhnya yang buruk.

Merupakan suatu hal yang menyakitkan, pada hari ini kita mendapati di kalangan umat Islam, orang yang mampu menulis dan berbicara tentang segala sesuatu secara mendalam serta bebas, dalam masalah ekonomi, politik, sastra, dan kebudayaan. Akan tetapi ia tidak mampu untuk menjabarkan (bukan sekadar hapal) pengertian Islam dan rukun-rukunnya, rukun iman dan dasar-dasarnya, tauhid dan macam-macamnya, pembatal-pembatal keislaman, demikian juga shalat beserta rukun-rukun, syarat-syarat dan kewajiban-kewajibannya.

Di antara kaum Muslimin sekarang ada orang yang mempunyai ijazah bertumpuk-tumpuk dan gelar berderet-deret, telah mencapai usia separuh baya akan tetapi hampir tidak mampu untuk mengucapkan satu huruf Al-Quran, apalagi untuk membaca satu surat dari Al-Quran dengan tartil (sesuai kaedah-kaedah tajwid). Suatu pemandangan yang menyedihkan memang.

Obat yang Tepat
Sesungguhnya berterus terang tentang penyakit yang diidap merupakan pintu pertama pengobatan. Dan mengakui kekurangan kita dalam mempelajari kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya merupakan jalan pertama untuk memperbaiki dan meluruskannya.

Allah Ta’ala tidaklah membebani kita dengan beban yang berat. Kita tidak harus mengetahui semua permasalahan dalam agama Islam hingga masalah yang sekecil-kecilnya, tidak demikian. Cukuplah bagi kita seperti yang ditunjukkan firman Allah berikut ini, artinya:

"Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang ). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (QS. At-Taubah: 122).

Perlu ditekankan di sini, hal ini tidak berarti seorang Muslim itu berpaling dan membiarkan dirinya tidak mempelajari pokok-pokok dan akidah-akidah agama Islam.

Tanyakan kepada diri kita sendiri, berapa jam dalam satu pekan kita mengkhususkan untuk membaca Al-Quran serta mempelajarinya? Berapa waktu yang kita luangkan dalam satu pekan untuk mengkhususkan diri menghadiri majelis-majelis ilmu, atau ceramah-ceramah agama? Apakah kita mengambil manfaat dari perkembangan teknologi komunikasi untuk mempelajari ilmu yang bermanfaat, melalui kaset, buku, dan situs-situs informasi dunia? Atau memfokuskan diri kita untuk belajar pada institusi pendidikan Islam yang mengkaji Islam secara komprehensif?

Kesibukan para as-salaf as-shaleh (pendahulu-pendahulu kita dari sahabat, tabi’in, dan yang mengikutinya—semoga Allah meridhai mereka semua—dengan pekerjaan-pekerjaan hariannya, tidak melalaikan mereka untuk menyisihkan sebagian dari waktunya untuk menuntut ilmu syar’i. Urusan itu mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah. Ia membutuhkan keikhlasan dan ketakwaan. Allah Ta’ala berfirman, artinya:

"Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu." (QS. Al-Baqarah: 282).


Perkara ini juga membutuhkan langkah awal untuk memulainya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

“Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan dengannya jalan menuju surga..” (HR. Muslim)

“Barang siapa yang Allah menghendaki kebaikan padanya, Dia akan membuat orang itu paham terhadap agama Islam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Akhir kata, semoga keselamatan dan kesejahteraan Allah limpahkan kepada Nabi kita Muhammad salallahu alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Oleh : DR. ‘Aadil ibn ‘Ali As-Syuddie(Pengajar Pada Fakultas Kebudayaan Islam Universitas Malik Su’ud Riyadh- Kerajaan Saudi Arabia)
Sumber : “Yayasan Al-Sofwa” (Al Fikrah)



URGENSI AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR


Semua kita adalah Mutholab yang dituntut untuk untuk melaksanakan Islah (perbaikan) terhadap Mujtama' kita, yaitu melakukan perbaikan-perbaikan terhadap masyarakat kita. Semua kita dituntut untuk beramar ma'ruf dan bernahi mungkar, baik di kalangan pribadi kita sendiri, keluarga kita, anak-anak kita, tetangga dan masyarakat kita serta kepada seluruh umat manusia di permukaan bumi ini.

Seorang mutholab dituntut untuk melaksanakan amar ma'ruf, sesuai dengan kemampuan yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Setiap diri pribadi kita dituntut sesuai dengan kemampuannya sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam: “Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan kekuatannya atau dengan tangannya. Kalau dia tidak bisa dengan tangannya, hendaklah dia merubahnya dengan lisannya. Dan jika dia tidak mampu merubahnya dengan lisannya, hendaklah dia membenci kemungkaran tersebut dengan hatinya.” Membenci dengan hati juga termasuk merubah kemungkaran itu, dimana dengan membenci kemungkaran itu berarti dia berusaha keras untuk melenyapkan kemungkaran itu di dalam hatinya. Berbeda jika seseorang mencintai sesuatu, maka dia tidak berusaha keras untuk menghilangkannya dari hatinya. Akan tetapi bila dia membencinya dalam hati, maka dia akan berusaha untuk menghilangkan kemungkaran tersebut.

Kita sebagai seorang muslim yang beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, senantiasa diingatkan oleh-Nya untuk selalu bekerjasama dalam hal kebaikan. Saling bantu antara satu dengan yang lain dalam hal perbaikan umat ini, Allah berfirman: “Saling tolong-menolonglah kalian atas kebaikan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan janganlah kalian saling tolong-menolong, bantu membantu atas dosa dan permusuhan”. Allah Subhanahu Wa Ta'ala memerintahkan kepada kita untuk bekerjasama, saling menguatkan, saling membantu antara satu dengan yang lain demi terwujudnya masyarakat yang senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, senantiasa taat kepada Allah Subahanahu Wa Ta'ala. Di antara ta'awun yang paling besar di antara kita adalah saling membantu dalam islah (memperbaiki) mujtama'nya. Memperbaiki masyarakat, yaitu dengan mengajak mereka untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala agar mereka tidak melakukan kerusakan di permukaan bumi ini, di antaranya adalah mensyarikatkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Mensyarikatkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, yaitu menyembah selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala adalah kemungkaran yang sangat besar yang ada di permukaan bumi ini, karena itulah Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengutus para Anbiya 'Alaihim ashshalaatu Wassalam untuk mengajak ummatnya meninggalkan kesyirikan dan beribadah hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata.

Setiap masyarakat Mutholab untuk perbaikan dalam masyarakat tersebut, jadi setiap pribadi adalah Mutholab atau dituntut untuk tidak melakukan kerusakan di atas permukaan bumi ini. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: “Dan janganlah kalian melakukan kerusakan di atas permukaan bumi sesudah ada perbaikan dari para rasul-rasul Allah Subhanahu Wa Ta'ala, yaitu mengajak manusia beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.”

Orang-orang yang beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, mereka saling membantu, saling memimpin antara satu dengan yang lain, saling menolong antara satu dengan yang lain demi tegaknya amar ma'ruf nahi mungkar. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: “Orang-orang yang beriman, laki-laki yang beriman dan perempuan yang beriman di antara mereka saling memimpin atau saling tolong-menolong di antara mereka yaitu dengan di antara mereka adalah pemimpin-pemimpin di antara satu dengan yang lain demi tegaknya amar ma'ruf nahi mungkar.” Jadi di antara sifat-sifat orang yang beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala adalah senantiasa berusaha menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar pada diri-diri mereka, pada keluarga mereka, dan dalam lingkungan masyarakat mereka.

Bila amar ma'ruf nahi mungkar ini tegak dengan sebenar-benarnya sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala, sesuai dengan risalah yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, maka keselamatan umat ini, kejayaan umat ini akan nampak pada diri-diri mereka. Tapi sebaliknya, jika amar ma'ruf nahi mungkar ditinggalkan, maka ancaman Allah Subhanahu Wa Ta'ala atau azab atau hukuman Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan turun kepada ummat ini.

Kita mengetahui di dalam banyak hadits, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengancam orang-orang yang meninggalkan amar ma'ruf nahi mungkar. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda yang diriwayatkan oleh Khudzaifah Radhiallahu 'Anhu dari nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda: “Demi jiwaku yang di tangan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Hendaknya kalian menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah kemungkaran atau sudah dekat masanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengirim adzab-Nya kepada kalian,kemudian kalian berdo'a kepadaNya. Lalu Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak mempedulikan do'a-do'a kalian.” Salah satu sebab tidak dijawabnya do'a kita oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala adalah meninggalkan amar ma'ruf nahi mungkar. Mungkin di antara kita banyak yang berdo'a kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, banyak meminta kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, namun do'a-do'a kita tidak dijawab oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Hal ini mungkin saja disebabkan karena banyak di antara kita yang tidak peduli akan amar ma'ruf nahi mungkar.

Kemungkaran merajalela di berbagai tempat, tapi banyak di antara kita yang tidak peduli akan hal tersebut. Kemungkaran mungkin saja merajalela di dalam rumah tangga kita, keluarga kita keluar rumah tanpa memakai hijab islami, tanpa menutup auratnya, keluar dengan mempertontonkan auratnya merupakan satu kemungkaran besar. Namun kita biasa-biasa saja, hati kita tenang-tenang saja. Mungkin anak perempuan kita pergi, berduaan dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, tapi hati kita tidak ada kebencian terhadap perbuatan itu. Sehingga Allah Subhanahu Wa Ta'ala menghukum kita, di antara hukuman-Nya adalah dengan tidak dijawabnya do'a-do'a kita oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala, tidak dipedulikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Betapa banyak bencana yang terjadi di negara kita ini, gempa, gunung meletus, tsunami dan lain-lain. Semua itu akibat dari dosa-dosa yang dilakukan oleh hamba-hamba Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Hukuman itu adalah akibat perbuatan-perbuatan manusia, Allah Subhanahu Wa Ta'ala murka karena mungkin di antara mereka tidak saling mempedulikan, berputus asa untuk beramar ma'ruf nahi mungkar sehingga Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengumumkan azab-Nya yang kiranya senantiasa mengingatkan kita.

Dan takutlah akan fitnah, azab yang ditimpakan bukan hanya kepada orang-orang yang dzalim saja di antara kalian (QS. Surah Al Anfal ay 25). Bukan orang yang berbuat dzalim saja yang ditimpakan musibah, tetapi orang shaleh di antara mereka pun ditimpakan musibah oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kenapa? Karena mungkin di antara orang-orang yang shaleh, dia hanya shaleh terhadap dirinya sendiri tapi dia tidak peduli terhadap keluarganya, tidak peduli terhadap anak-anaknya yang telah meninggalkan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, tidak melaksanakan shalat, tapi tidak ada kerisauan di dalam hatinya atau anaknya yang perempuan berjalan dengan pacarnya tapi tidak ada kerisauan di dalam hatinya. Kemungkinan dia melihat di depan matanya, tapi tidak peduli, akibatnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala menghukum mereka, mengazab mereka akibat dari perbuatan-perbuatan mereka yaitu tidak melakukan amar ma'ruf nahi munkar.

Bila ada orang-orang yang tetap berusaha keras memperbaiki masyarakatnya, maka Insya Allah dia akan diselamatkan oleh Allah dari azab-Nya sesuai dengan firman Allah : “Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka maka kami menyelamatkan orang-orang yang senantiasa melarang dari kemungkaran, perbuatan buruk dan Kami mengazab orang-orang yang menzhalimi dirinya dengan azab yang sangat keras” . juga di ayat yang lain Allah berfirman : “Allah tidak akan mengazab satu kampung, satu negeri dengan berbuat zhalim kepada-Nya padahal penduduk negeri itu melakukan perbaikan, menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar, mereka diselamatkan Allah”. Allah tidak akan mengazab orang-orang yang mengadakan perbaikan, tapi bila orang shaleh terhadap dirinya saja dan tidak mau mempedulikan orang lain, maka mereka masih mendapat ancaman azab Allah sebagaimana pertanyaan 'Aisyah radiyallahu anha kepada Rasulullah …:”Ya Rasulullah apakah kami, akan dibinasakan padahal ditengah-tengah kita ada orang-orang yang shalih. Rasulullah … bersabda:” Ya jika sudah banyak kemungkaran yang merajalela dan tidak ada yang memperbaiki, tapi bila ada orang-orang yang mengadakan perbaikan maka orang-orang yang mengadakan perbaikan akan diselamatkan oleh Allah dan senantiasa dijawab do'anya oleh Allah. Juga di riwayat hadits lain Rasulullah bersabda:”Sesungguhnya manusia melihat orang-orang yang melihat kezhaliman lalu dia tidak mencegah kezaliman tersebut, mereka tidak menghalanginya sesuai dengan kemampuannya. Karena perbuatan zhalimnya maka sudah dekat masanya Allah mengumumkan azab secara keseluruhan kepada mereka karena tidak peduli akan kemungkaran. Amar ma'ruf nahi munkar adalah sebab-sebab kita mendapatkan kejayaan dan keberuntungan dari Allah. Beramar ma'ruf nahi mukar merupakan sebab yang sangat besar dijawabnya do'a-do'a kita oleh Allah dan meningglakan amar ma'ruf nahi munkar adalah sebab datangnya azab Allah. Semoga Allah senantiasa membimbing kita, memberikan hidayah kepada kita memberikan kekuatan kepada kita semua sehingga kita betul-betul tegak melaksanakan seluruh perintahnya dan meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Allah.

Oleh : Ustadz Usman Laba, Lc
Sumber : wahdah.or.id