web 2.0

Senin, Desember 17, 2007

PENETAPAN PUASA ARAFAH 9 DZULHIJAH APAKAH JATUH PADA HARI SELASA ATAU HARI RABU DI INDONESIA?

Berkenaan dengan puasa pada bulan dzulhijah, puasa dibagi kedalam dua bahagian, yaitu puasa yang sifatnya umum sejak tanggal 1 dzulhijjah sampai puasa yang paling khusus, puasa tanggal 9 dzulhijah yaitu puasa arafah. Untuk puasa yang umum ini pendapat yang kuat insya Allah sejak tanggal 1 dzulhijah dan kalau kita mau seterusnya kita diperkenankan untuk puasa.

Yang ada perbedaan pendapat apakah Rasulullah puasa sejak tanggal satunya atau tidak, perbedaannya terjadi karena ada dua hadits yang kelihatannya saling bertentangan, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Aisyah radiallahu anha mengatakan bahwa saya tidak pernah melihat Rasulullah puasa sepuluh hari pertama bulan dzulhijah.


Lalu ada riwayat yang lain dari Hafsah Bintu Umar bin Khattab radhiallahu anhuma, juga istri rasulullah dan haditsnya diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dalam sunannya dan di hasankan oleh banyak ulama kita diantaranya oleh syekh Al Albani Rahimullah dan Abdul Kadir Ar-Rad dan ulama-ulama sebelumnya bahwa rasulullah berpuasa di sepuluh hari bulan dzulhijah tentu saja selain tanggal sepuluhnya dan juga tiga hari setiap bulannya (puasa putih) dan senin dan kamisnya.

Bagaimana dengan terjadinya perbedaan dari kedua istri Rasulullah ini, maka para ulama berbeda pendapat dalam mengkompromikannya. Ada yang mengatakan bahwa Aisyah menginformasikan apa yang beliau lihat, apa yang beliau ketahui sebagaimana kadang beliau menyelisihi para sahabat ketika menginformasikan sesuai dengan apa yang beliau lihat. Dan dalam persoalan ini kaidahnya “ al musyid mukaddam alannafi” yaitu yang menetapkan itu didahulukan dari yang menafikan, dan begitu yang dikatakan oleh imam Ibnu Rajab Al-Hambali rahimullahu ta’ala.

Imam Ahmad berpendapat lain, mengatakan bahwa maksud dari Aisyah tidak puasa penuh kadang beliau tinggalkan, yaitu tidak seluruh hari sepuluh dzulhijah itu berpuasa. Dan ada juga yang mengatakan bahwa Rasulullah itu tidak berpuasa karena beliau tidak mau memberatkan ummatnya tapi bagi siapa yang mampu dari ummatnya beliau sangat anjurkan. Karena itu tidak mengapa jika ada sejak tanggal 1 sudah ada yang berpuasa sampai tanggal terakhir menjelang Ied nya.

Mengenai puasa arafah ini diperselisihkan oleh para ulama kita, dan ini yang akan terjadi perbedaan sebagaiman kita sudah sebutkan dan sudah ketahui bahwa hari arafah atau wukuf arafah jatuh pada hari selasa dan di Negara kita menurut sidang isbath 10 dzulhijah itu jatuh pada hari kamis berarti kita 9 arafahnya jatuh pada hari rabu, berbeda dengan wukuf di arafah.

Yang menjadi pertanyaan kapan kita berpuasa arafah, ini yang terjadi perbedaan pendapat diantara ulam kita, dan kita juga perlu ingatkan bahwa puasa arafah adalah puasa yang mulia, puasa yang paling besar pahalanya diantara puasa-puasa sunnah lannya, dalam riwayat Imam Muslim hadits Abu Qatadah Al Anshory ketika Rasulullah ditanya tentang puasa di hari arafah beliau mengatakan “Puasa pada hari 'arafah menghapuskan dosa tahun yang lalu dan yang akan datang”, ini merupakan puasa yang paling besar setahu kami pahalanya, oleh karena itu puasa ini tidak boleh kita remehkan atau kita tinggalkan maka dari sejak sekarang perlu kita niatkan.

persoalannya kapankah itu? apakah tanggal 9 dzulhijahnya atau puasa arafahnya pada saat wukuf di arafah. Para ulama ulama terdahulu kami tidak mendapati adanya perselisihan, tapi para masyayekh, ulama-ulama kita belakangan ini ada perbedaan pendapat mengenai masalah ini. Lajnah da’imah, fatwa syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dan syekh Abdullah godayyan dipahami bahwa beliau memandang bahwa puasa arafah itu adalah puasa pada saat orang wukuf diarafah, walaupun kita belum tanggal 9 dzulhijah tapi orang sudah wukuf diarafah maka kita berpuasa.

Pendapat ini menunjukan kita puasanya hari selasa. Pendapat yang lain dan ini dinukil oleh Syaikh Utsaimin dan dalam fatwa-fatwa beliau dan juga merupakan pendapat salah seorang mufti Kuwait Syekh Abdullah Fakih beliau mengatakan bahwa puasa arafah yaitu puasa tanggal 9 dzulhijah dan kalau kita mengambil “Ikhtilaful Makaih”(perbedaan-perbedaan maktlab) maka mesti kita konsisten untuk puasa pada tanggal sembilannya walaupun orang sudah wukuf diarafah kemarinnya, hari itu orang sudah Ied di Saudi Arabia dan Syaikh Utsaimin menegaskan masalah ini dan beliau mengatakan ini pendapat yang raji’.

Kami tidak mentarjihkan apa-apa dalam masalah ini, marilah kita memilih dari salah satu pendapat ini dengan saling bertenggang rasa dan tidak saling menyalahkan, entah kita melihat dari sisi ia adalah puasa arafah, puasa pada saat orang wukuf di arafah yaitu pendapat Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dan Syekh Abdullah Godayyan, atau kita melihat bahwa ia adalah puasa tanggal 9 dzulhijah maka ketika kita berbeda dzulhijahnya dengan Saudi maka kita berpuasa pada tanggal 9 dzulhijah waktu setempat (waktu dimana kita berada).

Ini merupakan pendapat Syaikh Utsaimin, dan Syekh Abdullah Fakih mengatakan bahwa sebenarnya puasa arafah puasa yang berkaitan dengan waktu bukan puasa yang berkaitan dengan tempat, buktinya kata beliau kenapa orang yang justru wukuf diarafah tidak berpuasa, berarti berkaitan dengan waktu, kasus ini kata beliau sama halnya dengan lailatul qadar yang berbeda waktunya antara satu tempat dengan tempat yang lain.

Mereka sudah malam kita belum malam, jadi mereka mungkin sudah mendapatkan lailatul qadar kita belum, mungkin nanti besoknya atu setengah hari berikutnya, itu kata beliau maka puasanya tanggal 9 dzulhijah, bukan ketika orang wukuf diarafah dan kita ditakdirkan berbeda.

Begitulah keterangan yang di nukil dari fatwa-fatwanya para ulama. Bagi orang yang berpuasa hari arafah, yaitu hari selasa, apakah boleh juga berpuasa tanggal 10 dzulhijahnya (waktu Saudi) dan di Negara kita (Indonesia) baru tanggal 9 dzulhijah.

Ini yang belum kami dapati dari para ulam kita, karena itu wallahu a’lam kita katakan sebaiknya kita tidak membuat pendapat yang baru lagi (pendapat ketiga) yaitu puasa juga hari selasa, pada saat orang wukuf diarafah dan besoknya hari rabu tanggal 9 dzulhijah (waktu Indonesia) itu kita puasa lagi, puasa ini yang belum ditahu penamaannya puasa apa?.

Oleh karenanya, Wallahu a’lam kita pilih salah satunya entah kita puasa arafah, niatkan puasa arafah pada hari selasa dan keesokan harinya istrahat untuk menunggu Ied pada hari kamisnya atau puasa pada hari rabu dengan niat puasa arafah dan hari selasanya puasa dengan niat puasa 10 hari bulan dzulhijah.

Yang terpenting tentunya marilah kita berpuasa. Dan kita katakan merekalah yang betul-betul memanfaatkan 10 hari bulan dzulhijahnya dengan amal shaleh yang pantas bergembira dengan hari raya. Adapun kita hanya sekedar berpesta, bergembira, lalu kita orang yang tidak memanfaatkan 10 hari sebelumnya maka pada hakekatnya kita tidak memahami makna hari raya dalam syariat islam ini. Wallahu a’lam.

3 komentar:

Ahmed mengatakan...

yah bagus juga ya

Ahmed mengatakan...

coba lagi deh

visit indonesia year mengatakan...

halo salam kenal..
http://dz4ki.blogspot.com/
http://bannerkapanlagiku.blogspot.com/