Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. 10:5)
Penanggalan atau kelender yang dalam bahasa arabnya disebut tarikh, yang berarti sejarah, merupakan penentuan bagi suatu zaman yang di dalamnya telah terjadi peristiwa penting yang sangat berpengaruh bagi kehidupan individu atau umat. Orang-orang Yahudi sangat mengagungkan zaman nabi Musa Alaihi salam
, maka mereka memulai sejarah penanggalannya sejak zaman kenabiannya. Orang-orang Nasrani sangat mengagungkan kelahiran Al Masih Isa AS, maka mereka memulai tarikh mereka dari kelahirannya. Begitu pula kaum muslimin sangat mengagungkan hijrah nabi Muhammad ShallAllahu 'alaihi wa sallam maka mereka menandai peristiwa-peristiwa bersejarah mereka dimulai dari hijrah beliau yang penuh berkah.
Penanggalan yang dimulai dengan Hijrahnya Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam terkenal dengan sebutan "Tarikh Hijri" atau Kelender Hijriyah yang sekarang ini akan memasuki tahun 1423 H. Tarikh Hijri sangat patut dan merupakan kewajiban untuk kita pertahankan karena dua hal :
Pertama: menjaga kepribadian sejarah umat Islam. Semua peristiwa-peristiwa keislaman, mulai yang terkecil sampai yang terbesar telah ditulis dan dikodifikasikan sesuai dengan Tarikh Hijri. Kehidupan Rasulullah SAW, perjalanan, jihad, peperangan, dakwah, dan penurunan wahyu telah ditulis sesuai dengan Tarikh Hijri. Kepemimpinan Khulafaurrasyidin, pertempuran-pertempuran penting di dalam Islam, seperti Badar Kubra, fath Makkah, Qadisiyah dan Yarmuk bahkan kitab-kitab biografi dan sejarah, semuanya tertulis dengan Tarikh Hijri.
Kedua : keterkaitan yang kuat dengan berbagai masalah diniyah dan Ahkam Syar'iyah. Keterkaitan tidak hanya sementara dan terbatas pada zaman tertentu, tetapi keterkaitan abadi dan menyeluruh, mulai dari bulan-bulan haram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab, bulan-bulan haji (Syawal, Dzulqa'dah dan Dzulhijjah), bulan puasa, masa 'iddah, sumpah, nadzar, kaffarat, haulnya, dua hari raya, puasa Asyura, puasa hari-hari purnama, dst.
Dari sini tampaklah betapa bahayanya peminggiran Tarikh Hijri dan pengantiannya dengan Tarikh Milady (Masehi). Lebih bahaya lagi kalau generasi penerus tidak mengenal Tarikh Hijri, kecuali hanya namanya saja. Karena itu Tarikh Hijri bisa disebut sebagai bagian dari bangunan sejarah dalam kehidupan umat Islam yang tidak terpisahkan, sekalipun berbagai kalender telah ada seperti Tarikh Parsi dan Tarikh Romawi. Tarikh Hijri tidak lepas dari kehidupan umat Islam hingga akhirnya pada abad 12 para penyembah salib (kaum Nasrani) menjajah negara-negara Arab dan negeri-negeri Islam dan menghapus kebudayaan Islam serta mengganti Tarikh Hijri dengan Tarikh Milady atau Masehi. Ditambah pola dengan propaganda-propaganda untuk menenggelamkan Tarikh Hijri dan memancangkan Tarikh Milady. Mereka mempengaruhi orang-orang Islam dengan berbagai hasutan, umpamanya dalam hal perekonomian Tarikh Milady lebih bermanpaat daripada Hijri, sebab jumlah harinya lebih banyak. Dari segi kepastian dan kemantapan, Tarikh milady lebih unggul karena jumlah harinya tidak berubah-ubah dan lain sebagainya. Dalam waktu bersamaan umat Islam dalam keadaan terpuruk karena penjajah kaum salib tersebut. Maka tak ayal lagi banyak umat Islam yang menjadi korban pembodohan tersebut.
Permulaan Tarikh Hijri
Tarikh seperti yang kita kemukakan adalah simbol titik awal dalam kehidupan sebuah umat atau suatu bangsa. Para ahli sejarah telah menyebutkan bahwa khalifah Umar bin Khaththab radhiallahu anhu adalah orang yang memerintahkan untuk mencanangkan Tarikh Hijri. Sebabnya adalah sebagaimana yang dituturkan oleh berbagai riwayat berikut ini:
Imam Al-Sya'bi berkata: Abu Musa Al-Asy'ari radhiallahu anhu menulis kepada Umar radhiallahu anhu yang isinya," Telah datang kepada kami surat-surat dari Amirul Mukminin yang tidak bertanggal." Maka Umar r.a. mengumpulkan orang-orang untuk bermusyawarah. Sebagian berkata:"Berilah tanggal berdasarkan kenabian Nabi kita Muhammad ShallAllahu 'alaihi wa sallam". Yang lain berkata," Kita beri tanggal dari hijrahnya Nabi ShallAllahu 'alaihi wa sallam. Maka Umar radhiallahu anhu berkata: Benar, kita beri tanggal berdasarkan hijrahnya Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam ke Madinah, karena hijrah beliau adalah garis pemisah antara yang hak dan yang batil.
Sa'id Ibnul Musayyab berkata : "Mulai dari hijrahnya Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam adalah perkataan Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu ketika Umar radhiallahu anhu bertanya kepada mereka."Dari mana harus kita mulai?"
Maimun bin Mihran berkata: Telah disampaikan kepada Amirul Mu'minin Umar r.a. sepucuk surat (sertifikat) yang tertulis "Sya'ban". Maka Umar radhiallahu anhu bertanya,"Sya'ban yang mana? Sya'ban sekarang atau yang akan datang?" Kemudian beliau mengumpulkan beberapa pemuka dari para sahabat radhiallahu anhu. Beliau berkata:"Sesungguhnya harta (kas negara) telah melimpah dan yang sudah kita bagi tidak ditentukan dengan tanggal, maka bagaimana caranya agar kita sampai kepada penentuan tanggal tersebut? Mereka berkata,"Hal itu harus kita pelajari dari tulisan penanggalan orang-orang Parsi. Maka ketika itu Umar mendatangkan Hurmuzan untuk dimintai keterangan. Lalu Hurmuzan berkata:"Sesungguhnya kami memiliki hitungan waktu yang kami sebut Maah Ruuz artinya hitungan bulan dan harizzz". Maka mereka menggabung kata tersebut menjadi Muarrikh". Kemudian mereka memberi nama Tarikh. Setelah itu, mereka berembuk tentang permulaan tanggal untuk negara Islam. Akhirnya mereka sepakat untuk memulai dari tahun Hijrah, dan setelah mereka tetapkan bulan pertama adalah Muharram. Pernah mereka menghitung sampai akhir hayat Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam, ternyata dari satu Muharram tahun pertama Hijrah sampai wafatnya adalah sepuluh tahun dua bulan. Dan kalau dihitung benar-benar dari Hijrahnya Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam adalah sembilan tahun, sebelas bulan dan dua puluh satu hari.
Kesalahan-kesalahan pada awal tahun baru Hijriyah
1. Menjadikan tanggal satu Muharram sebagai saat bagi ibadah tertentu yang tidak ada ketentuannya dari syari'at dan meyakini fadhilah-fadhilah tertentu yang juga tidak ada tuntunannya seperti:
a. Doa awal tahun dan fadhilatnya, begitu pula dengan doa akhir tahun dan fadhilatnya. Doa tersebut bid'ah, tidak ada asalnya baik dari Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam maupun dari para sahabatnya dan para tabi'in, serta tidak disebutkan baik dalam kitab-kitab musnad maupun dalam kumpulan hadits-hadits maudhu' (palsu) sekalipun. Ia hanyalah dari sebagian orang-orang yang memperlihatkan diri sebagai orang-orang yang ahli ibadah namun tidak mengerti sunnah. Yang lebih hebat lagi adalah kedustaan pembuatan dusta tersebut atas nama Allah dan RasulNya. Mereka telah menentukan fadhilah (keutamaan) bagi pembaca do'a tersebut, tanpa ada dasar dari wahyu. Ia berkata:"Siapa yang membacanya maka syaithan akan berkata sedih, "Kita sudah susah payah menggodanya selama setahun, ternyata ia merusak usaha kita hanya dalam sesaat." Dan yang sangat mengherankan sikap kaum muslimin yang menerima dan mengamalkan doa tersebut tanpa mau belajar dan bertanya kepada ulama-ulama Ahlus Sunnah. Mereka lupa atau mungkin tidak tahu apa yang telah dipesankan para ulama termasuk Al-Izz bin Abdussalam Al-Syafi'i, sebagaimana dinukil oleh imam Abu Syamah bahwa melaksanakan kebaikan itu harus mengikuti syari'at Rasulullah SAW. Jika sudah mengetahui bahwa doa awal dan akhir tahun serta fadhilahnya tidak masyru' maka mengamalkannya adalah bid'ah makruhah munkarah.
b. Puasa awal dan akhir tahun beserta fadhilahnya. Imam Al Fathani dalam kitab Tazkiratul Maudhu'at menyatakan dalam hadits yang artinya,"Barangsiapa yang berpuasa pada hari terakhir dari bulan Dzulhijjah dan pada hari pertama dari bulan Muharram maka ia telah menutup tahun yang telah berlalu dengan ibadah puasa dan membuka tahun yang baru dengan berpuasa. Maka Allah akan menjadikan baginya sebagai kaffarat (penebus dosa) selama lima puluh tahun, " terdapat dua perawi yang pendusta. Dan di dalam hadits, "Pada awal malam dari bulan Dzulhijjah Ibrahim u dilahirkan, maka barangsiapa yang berpuasa pada hari itu maka puasanya itu bisa menebus dosanya selama enam puluh tahun," Terdapat Muhammad bin Sahl. Ia adalah pemalsu hadits.
2. Menjadikan awal tahun baru sebagai hari perayaan, hari besar atau hari raya. Kita tahu bahwa yang mempunyai adat merayakan tahun baru adalah orang-orang kafir. Orang-orang Persia merayakan hari raya Nairuz yaitu hari pertama musim semi, sedangkan orang Nasrani merayakan satu Januari sebagai hari raya tahun baru Masehi.
Merayakan awal tahun baru Hijriyah dengan berpesta makan dan minum, berkumpul, dan menyalakan lampu lebih dari biasanya adalah sama dengan yang dilakukan orang- orang Nasrani pada tahun baru Masehi. Mereka menyalakan api, membeli lilin, membuat makanan, bernyanyi ria dan lain sebagainya.
Imam Suyuti berkata: "Tasyabuh (menyerupai orang kafir) adalah haram, sekalipun tidak bermaksud seperti maksud mereka. Berdasarkan riwayat Ibnu Umar r.a., Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka. (HR: Abu Daud dan yang lainnya ).
Ketahuilah bahwa pada periode salafus saleh tidak terdapat perayaan awal tahun Hijrah. Maka Mukmin sejati adalah orang yang meniti jalannya para salafus saleh , yang berteladan kepada apa yang ditinggalkan oleh sayyidul mursalin SAW , dan berteladan kepada orang yang diberi ni'mat oleh Allah I, yaitu pada Nabi-Nabi, Shiddiqin, Syuhada dan Shalihin.
Membelanjakan harta untuk membiayai acara yang tidak disyari'atkan atau merayakan hari yang tidak diperintahkan untuk dirayakan adalah perbuatan sia-sia Begitu pula memeriahkan hari yang mengandung keutamaan dengan cara yang tidak disyari'atkan juga adalah perbuatan sia-sia. Ibnul hajj dalam Al Madkhal menyebutkan: Sebab larisnya adat-adat semacam tadi adalah diamnya sebagian ulama, bahkan ada yang berkeyakinan bahwa hal tersebut adalah menghidupkan syi'ar Islam. Innalillahi Wainna ilaihi Raji'un.
Imam Suyuti mengingatkan: Hendaknya orang Islam tidak memandang pelaku dan penggemar kesesatan, sekalipun ada ulama yang bersama mereka." Imam besar Fudhail bin Iyadh berkata: "Ikutilah jalan kebenaran, sekalipun banyak orang yang binasa."
Jadi menghidupkan Tarikh Hijri bukan dengan memperingati awal tahun barunya, melainkan dengan mencintai, membela dan menggunakannya dalam segala tulisan dan aktifitas kita.
sumber : Buletin Al-risalah
Penanggalan yang dimulai dengan Hijrahnya Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam terkenal dengan sebutan "Tarikh Hijri" atau Kelender Hijriyah yang sekarang ini akan memasuki tahun 1423 H. Tarikh Hijri sangat patut dan merupakan kewajiban untuk kita pertahankan karena dua hal :
Pertama: menjaga kepribadian sejarah umat Islam. Semua peristiwa-peristiwa keislaman, mulai yang terkecil sampai yang terbesar telah ditulis dan dikodifikasikan sesuai dengan Tarikh Hijri. Kehidupan Rasulullah SAW, perjalanan, jihad, peperangan, dakwah, dan penurunan wahyu telah ditulis sesuai dengan Tarikh Hijri. Kepemimpinan Khulafaurrasyidin, pertempuran-pertempuran penting di dalam Islam, seperti Badar Kubra, fath Makkah, Qadisiyah dan Yarmuk bahkan kitab-kitab biografi dan sejarah, semuanya tertulis dengan Tarikh Hijri.
Kedua : keterkaitan yang kuat dengan berbagai masalah diniyah dan Ahkam Syar'iyah. Keterkaitan tidak hanya sementara dan terbatas pada zaman tertentu, tetapi keterkaitan abadi dan menyeluruh, mulai dari bulan-bulan haram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab, bulan-bulan haji (Syawal, Dzulqa'dah dan Dzulhijjah), bulan puasa, masa 'iddah, sumpah, nadzar, kaffarat, haulnya, dua hari raya, puasa Asyura, puasa hari-hari purnama, dst.
Dari sini tampaklah betapa bahayanya peminggiran Tarikh Hijri dan pengantiannya dengan Tarikh Milady (Masehi). Lebih bahaya lagi kalau generasi penerus tidak mengenal Tarikh Hijri, kecuali hanya namanya saja. Karena itu Tarikh Hijri bisa disebut sebagai bagian dari bangunan sejarah dalam kehidupan umat Islam yang tidak terpisahkan, sekalipun berbagai kalender telah ada seperti Tarikh Parsi dan Tarikh Romawi. Tarikh Hijri tidak lepas dari kehidupan umat Islam hingga akhirnya pada abad 12 para penyembah salib (kaum Nasrani) menjajah negara-negara Arab dan negeri-negeri Islam dan menghapus kebudayaan Islam serta mengganti Tarikh Hijri dengan Tarikh Milady atau Masehi. Ditambah pola dengan propaganda-propaganda untuk menenggelamkan Tarikh Hijri dan memancangkan Tarikh Milady. Mereka mempengaruhi orang-orang Islam dengan berbagai hasutan, umpamanya dalam hal perekonomian Tarikh Milady lebih bermanpaat daripada Hijri, sebab jumlah harinya lebih banyak. Dari segi kepastian dan kemantapan, Tarikh milady lebih unggul karena jumlah harinya tidak berubah-ubah dan lain sebagainya. Dalam waktu bersamaan umat Islam dalam keadaan terpuruk karena penjajah kaum salib tersebut. Maka tak ayal lagi banyak umat Islam yang menjadi korban pembodohan tersebut.
Permulaan Tarikh Hijri
Tarikh seperti yang kita kemukakan adalah simbol titik awal dalam kehidupan sebuah umat atau suatu bangsa. Para ahli sejarah telah menyebutkan bahwa khalifah Umar bin Khaththab radhiallahu anhu adalah orang yang memerintahkan untuk mencanangkan Tarikh Hijri. Sebabnya adalah sebagaimana yang dituturkan oleh berbagai riwayat berikut ini:
Imam Al-Sya'bi berkata: Abu Musa Al-Asy'ari radhiallahu anhu menulis kepada Umar radhiallahu anhu yang isinya," Telah datang kepada kami surat-surat dari Amirul Mukminin yang tidak bertanggal." Maka Umar r.a. mengumpulkan orang-orang untuk bermusyawarah. Sebagian berkata:"Berilah tanggal berdasarkan kenabian Nabi kita Muhammad ShallAllahu 'alaihi wa sallam". Yang lain berkata," Kita beri tanggal dari hijrahnya Nabi ShallAllahu 'alaihi wa sallam. Maka Umar radhiallahu anhu berkata: Benar, kita beri tanggal berdasarkan hijrahnya Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam ke Madinah, karena hijrah beliau adalah garis pemisah antara yang hak dan yang batil.
Sa'id Ibnul Musayyab berkata : "Mulai dari hijrahnya Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam adalah perkataan Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu ketika Umar radhiallahu anhu bertanya kepada mereka."Dari mana harus kita mulai?"
Maimun bin Mihran berkata: Telah disampaikan kepada Amirul Mu'minin Umar r.a. sepucuk surat (sertifikat) yang tertulis "Sya'ban". Maka Umar radhiallahu anhu bertanya,"Sya'ban yang mana? Sya'ban sekarang atau yang akan datang?" Kemudian beliau mengumpulkan beberapa pemuka dari para sahabat radhiallahu anhu. Beliau berkata:"Sesungguhnya harta (kas negara) telah melimpah dan yang sudah kita bagi tidak ditentukan dengan tanggal, maka bagaimana caranya agar kita sampai kepada penentuan tanggal tersebut? Mereka berkata,"Hal itu harus kita pelajari dari tulisan penanggalan orang-orang Parsi. Maka ketika itu Umar mendatangkan Hurmuzan untuk dimintai keterangan. Lalu Hurmuzan berkata:"Sesungguhnya kami memiliki hitungan waktu yang kami sebut Maah Ruuz artinya hitungan bulan dan harizzz". Maka mereka menggabung kata tersebut menjadi Muarrikh". Kemudian mereka memberi nama Tarikh. Setelah itu, mereka berembuk tentang permulaan tanggal untuk negara Islam. Akhirnya mereka sepakat untuk memulai dari tahun Hijrah, dan setelah mereka tetapkan bulan pertama adalah Muharram. Pernah mereka menghitung sampai akhir hayat Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam, ternyata dari satu Muharram tahun pertama Hijrah sampai wafatnya adalah sepuluh tahun dua bulan. Dan kalau dihitung benar-benar dari Hijrahnya Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam adalah sembilan tahun, sebelas bulan dan dua puluh satu hari.
Kesalahan-kesalahan pada awal tahun baru Hijriyah
1. Menjadikan tanggal satu Muharram sebagai saat bagi ibadah tertentu yang tidak ada ketentuannya dari syari'at dan meyakini fadhilah-fadhilah tertentu yang juga tidak ada tuntunannya seperti:
a. Doa awal tahun dan fadhilatnya, begitu pula dengan doa akhir tahun dan fadhilatnya. Doa tersebut bid'ah, tidak ada asalnya baik dari Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam maupun dari para sahabatnya dan para tabi'in, serta tidak disebutkan baik dalam kitab-kitab musnad maupun dalam kumpulan hadits-hadits maudhu' (palsu) sekalipun. Ia hanyalah dari sebagian orang-orang yang memperlihatkan diri sebagai orang-orang yang ahli ibadah namun tidak mengerti sunnah. Yang lebih hebat lagi adalah kedustaan pembuatan dusta tersebut atas nama Allah dan RasulNya. Mereka telah menentukan fadhilah (keutamaan) bagi pembaca do'a tersebut, tanpa ada dasar dari wahyu. Ia berkata:"Siapa yang membacanya maka syaithan akan berkata sedih, "Kita sudah susah payah menggodanya selama setahun, ternyata ia merusak usaha kita hanya dalam sesaat." Dan yang sangat mengherankan sikap kaum muslimin yang menerima dan mengamalkan doa tersebut tanpa mau belajar dan bertanya kepada ulama-ulama Ahlus Sunnah. Mereka lupa atau mungkin tidak tahu apa yang telah dipesankan para ulama termasuk Al-Izz bin Abdussalam Al-Syafi'i, sebagaimana dinukil oleh imam Abu Syamah bahwa melaksanakan kebaikan itu harus mengikuti syari'at Rasulullah SAW. Jika sudah mengetahui bahwa doa awal dan akhir tahun serta fadhilahnya tidak masyru' maka mengamalkannya adalah bid'ah makruhah munkarah.
b. Puasa awal dan akhir tahun beserta fadhilahnya. Imam Al Fathani dalam kitab Tazkiratul Maudhu'at menyatakan dalam hadits yang artinya,"Barangsiapa yang berpuasa pada hari terakhir dari bulan Dzulhijjah dan pada hari pertama dari bulan Muharram maka ia telah menutup tahun yang telah berlalu dengan ibadah puasa dan membuka tahun yang baru dengan berpuasa. Maka Allah akan menjadikan baginya sebagai kaffarat (penebus dosa) selama lima puluh tahun, " terdapat dua perawi yang pendusta. Dan di dalam hadits, "Pada awal malam dari bulan Dzulhijjah Ibrahim u dilahirkan, maka barangsiapa yang berpuasa pada hari itu maka puasanya itu bisa menebus dosanya selama enam puluh tahun," Terdapat Muhammad bin Sahl. Ia adalah pemalsu hadits.
2. Menjadikan awal tahun baru sebagai hari perayaan, hari besar atau hari raya. Kita tahu bahwa yang mempunyai adat merayakan tahun baru adalah orang-orang kafir. Orang-orang Persia merayakan hari raya Nairuz yaitu hari pertama musim semi, sedangkan orang Nasrani merayakan satu Januari sebagai hari raya tahun baru Masehi.
Merayakan awal tahun baru Hijriyah dengan berpesta makan dan minum, berkumpul, dan menyalakan lampu lebih dari biasanya adalah sama dengan yang dilakukan orang- orang Nasrani pada tahun baru Masehi. Mereka menyalakan api, membeli lilin, membuat makanan, bernyanyi ria dan lain sebagainya.
Imam Suyuti berkata: "Tasyabuh (menyerupai orang kafir) adalah haram, sekalipun tidak bermaksud seperti maksud mereka. Berdasarkan riwayat Ibnu Umar r.a., Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka. (HR: Abu Daud dan yang lainnya ).
Ketahuilah bahwa pada periode salafus saleh tidak terdapat perayaan awal tahun Hijrah. Maka Mukmin sejati adalah orang yang meniti jalannya para salafus saleh , yang berteladan kepada apa yang ditinggalkan oleh sayyidul mursalin SAW , dan berteladan kepada orang yang diberi ni'mat oleh Allah I, yaitu pada Nabi-Nabi, Shiddiqin, Syuhada dan Shalihin.
Membelanjakan harta untuk membiayai acara yang tidak disyari'atkan atau merayakan hari yang tidak diperintahkan untuk dirayakan adalah perbuatan sia-sia Begitu pula memeriahkan hari yang mengandung keutamaan dengan cara yang tidak disyari'atkan juga adalah perbuatan sia-sia. Ibnul hajj dalam Al Madkhal menyebutkan: Sebab larisnya adat-adat semacam tadi adalah diamnya sebagian ulama, bahkan ada yang berkeyakinan bahwa hal tersebut adalah menghidupkan syi'ar Islam. Innalillahi Wainna ilaihi Raji'un.
Imam Suyuti mengingatkan: Hendaknya orang Islam tidak memandang pelaku dan penggemar kesesatan, sekalipun ada ulama yang bersama mereka." Imam besar Fudhail bin Iyadh berkata: "Ikutilah jalan kebenaran, sekalipun banyak orang yang binasa."
Jadi menghidupkan Tarikh Hijri bukan dengan memperingati awal tahun barunya, melainkan dengan mencintai, membela dan menggunakannya dalam segala tulisan dan aktifitas kita.
sumber : Buletin Al-risalah
0 komentar:
Posting Komentar